BAB I : PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Salah satu teori
ekonomi pembangunan yang sampai sekarang masih digunakan adalah teori Tabungan
dan Investasi oleh Harrod-Domar. Dalam teori ini mencapai kesimpulan bahwa
pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. Kalau
tabungan dan investasi rendah maka pertumbuhan ekonomi suatu Negara juga akan
rendah. Masalah pembangunan pada dasarnya merupakan masalah menambahkan
investasi modal, masalah keterbelakangan adalah masalah kekurangan modal. Kalau
ada modal dan modal itu diinvestasikan hasilnya adalah pembangunan ekonomi.
Dewasa
ini banyak negara-negara yang melakukan kebijaksanaan yang bertujuan untuk
meningkatkan investasi baik domestik ataupun modal asing. Hal ini dilakukan
oleh pemerintah sebab kegiatan investasi akan mendorong pula kegiatan ekonomi
suatu negara, penyerapan tenaga kerja, peningkatan output yang dihasilkan,
penghematan devisa atau bahkan penambahan devisa. Menurut Husnan (1996:5)
menyatakan bahwa “proyek investasi merupakan suatu rencana untuk
menginvestasikan sumber-sumber daya, baik proyek raksasa ataupun proyek kecil
untuk memperoleh manfaat pada masa yang akan datang.”
Suatu rencana investasi perlu dianalisis
secara seksama. Analisis rencana investasi pada dasarmya merupakan penelitian
tentang dapat tidaknya suatu proyek (baik besar atau kecil) dapat dilaksanakan
dengan berhasil, atau suatu metode penjajakkan dari suatu gagasan usaha/bisnis
tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha/bisnis tersebut dilaksanakan.Suatu
proyek investasi umumnya memerlukan dana yang besar dan akan mempengaruhi
perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu dilakukan perencanaan
investasi yang lebih teliti agar tidak terlanjur menanamkan investasi pada
proyek yang tidak menguntungkan.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Teori apa saja
yang mempengaruhi besar kecilnya investasi ?
2.
Bagaimana
pembangunan seimbang dan tidak seimbang itu?
3.
Manakah lebih
baik investasi sector pertanian dan sector industry?
1.3
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
teori apa saja yang mempengaruhi besar kecilnya investasi.
2.
Untuk mengetahui
pembangunan seimbang dan tidak seimbang itu.
BAB
II : PEMBAHASAN
TEORI PEMBANGUNAN DALAM KAITAN DENGAN INVESTASI
2.1 Teori Dorongan Kuat (Big Push)
Teori
big push ini didasarkan pada
pemikiran Rosenstein-Rodan. Menurut tesis teori ini untuk menanggulangi
hambatan pembangunan ekonomi di Negara berkembang dan untuk mendorong ekonomi
tersebut kearah kemajuan diperlukan suatu “dorongan kuat” dari investasi atau
suatu program besar-besaran yang menyeluruh dalam bentuk suatu jumlah minimum
investasi tertentu.
Teori
ini menyatakan bahwa cara kerja atau kegiatan investasi “sedikit demi sedikit”
tidak akan dapat mendorong ekonomi dengan berhasil pada lintasan pembangunan,
tetapi suatu jumlah minimum investasi yang besar-besaran merupakan syarat
mutlak dalam hal ini. Ia memerlukan terciptanya atau tercapainya ekonomi
eksternal, yang timbul pada pembangunan secara serentak atas industry-industri yang
secara teknik saling berkaitan satu sama lainnya. Dengan demikian syarat mutlak
seperti itu dan terciptanya ekonomi eksternal yang dihasilkan dari sejumlah
minimum investasi tertentu tersebut
merupakan prasyarat untuk melancarkan pembangunan ekonomi dengan
berhasil.
Menurut
Rosenstein-Rodan pembangunan industry secara serentak dan besar-besaran ini
akan menciptakan tiga macam ekonomi eksternal, yaitu: (a) yang diakibatkan oleh
perluasan pasar, (b) karena industry yang sama letaknya dan (c) karena adanya
industry lain dalam perekonomian tersebut. Namun demikian, menurut
Rosenstein-Rodan ekonomi eksternal yang pertama adalah yang paling penting
dibandingkan yang lainnya dalam mendukung pembangunan tersebut.
Di samping itu, Rosenstein-Rodan
membedakan di antara tiga macam sifat skala dan ekonomi eksternal tersebut
yaitu: (a) sifat skala besar di dalam fungsi produksi, terutama dalam hal
suplai overhead capital, (b) sifat
skala besar dalam kaitan dengan permintaan berupa terciptanya permintaan yang
komplementer dan (c) sifat skala besar dalam suplai tabungan.
a.
Sifat
Skala Besar Dalam Fungsi Produksi
Menurut Rosenstein-Rodan, skala besar
dalam input, output atau proses produksi akan membawa kepada penghasilan yang
makin meningkat. Ia menganggap overhead
capital sebagai contoh paling penting dari sifat skala besar dan dari
ekonomi eksternal pada sisi penawaran.
Jasa dari overhead capital yang terdiri dari industry dan modal dasar seperti
prasarana tenaga listrik, transport dan komunikasi adalah secara tidak langsung
bersifat produktif dan mmpunyai masa persiapan dan baru memberikan hasil dalam
jangka yang lama. Instalasinya tidak dapat diimpor. Pembangunannya membutuhkan
investasi dengan modal awal yang besar. Dengan demikian kelebihan kapasitas
mungkin akan terjadi selama beberapa waktu yang cukup panjang. Investasi ini
juga mencakup paket investasi minimal untuk berbagai bidang pekerjaan umum
sedemikian rupa sehingga suatu Negara berkembang harus melakukan investasi pada
bidang-bidang ini sebesar 30-40 persen dari total investasinya. Oleh karena
itu, investasi pada overhead capital ini harus mendahului investasi-investasi
produktif yang secara langsung cepat menghasilkan produksi.
b.
Sifat
Skala Besar Dalam Kaitan Dengan Permintaan
Skala besar dari permintaan atau saling
melengkapi permintaan di Negara-negara berkembang membutuhkan pendirian secara
serentak industry-industri yang saling berkaitan. Maksud pemikiran utamanya
adalah karena proyek-proyek investasi secara sendiri-sendiri mempunyai risiko
tinggi akibat dari ketidakpastian mengenai apakah produknya akan mendapatkan
pasar. Maka keputusan tentang berbagai investasi harus bersifat saling
berkaitan dan melengkapi satu dengan lainnya.
Dengan demikian produksi-produksi baru yang
dihasilkan itu akan saling menjadi langganan satu dengan lain, sehingga dapat
tercipta pasar antarsesamanya bagi barang-barang yang dihasilkan mereka. Saling
lengkap-melengkapi dalam permintaan mengurangi risiko dalam mendapatkan pasar dan
meningkatkan rangsangan untuk investasi. Dengan kata lain sifat skala besar dan
saling melengkapi pada permintaan inilah memerlukan adanya suatu minimum
investasi yang besar jumlahnya dalam industry yang saling berkaitan untuk
mengatasi kecilnya pasar dan rendahnya dorongan berinvestasi di Negara
berkembang tersebut.
c.
Sifat
Skala Besar Pada Suplai Tabungan
Elastisitas pendapatan yang tinggi dalam
hal menabung merupakan sifat skala besar ketiga dari teori Rosenstein-Rodan.
Suatu jumlah minimum yang besar dari investasi memerlukan jumlah tabungan yang
besar pula. Ini sangat sulit untuk dicapai di Negara-negara berkembang yang
miskin karena sangat rendahnya tingkat pendapatan yang berakibat kecilnya
tabungan dalam masyarakat.
Untuk mengatasi hal tersebut, jika
pendapatan meningkat sebagai akibat dari peningkatan investasi, maka tingkat
tabungan marjinal harus jauh lebih besar dari pada tingkat rata-rata tabungan
nasional, hal mana mungkin sekali tidak dapat dicapai di Negara-negara
berkembang.
Beberapa Kelemahan Teori “Big Push”
Di samping terdapatnya logika dan
argumentasi yang dapat membenarkannya, maka terdapat pula berbagai kelemahan
teori “dorongan kuat” tersebut, yang penting di antaranya adalah sebagai
berikut:
a. Teori
itu mengabaikan investasi di bidang ekspor dan impor pengganti
Dalam hal ini, ekonomi eksternal dari overhead capital relative tidak seberapa
pengaruhnya pada bidang ekspor dan impor pengganti yang besar peranannya dalam
proses pembangunan.
b. Mengabaikan
ekonomis yang terjadi dari investasi yang mengurangi biaya produksi
Dalam hubungan ini investasi pada
bidang-bidang yang cukup inelastic lebih bersifat mengurangi biaya ketimbang
yang memperluas output, padahal ini cukup penting.
c. Mengabaikan
atau mengurangi perhatian atas investasi di sector pertanian.
Karena penekanan pada sejumlah minimal
investasi bidang pertanian dan sector primer sering kali terabaikan pada
pendekatan teori ini.
d. Menyebabkan
timbulnya tekanan inflasioner dan inflasi
Investasi besar di bidang overhead capital dan berbagai bidang
industry tertentu sering kali tidak tertampung dengan peningkatan produksi
secara proporsional, yang berakibat timbulnya inflasi.
e. Menyebabkan
timbulnya kesulitan administrative dan institusional
Kelengkapan administrative dan
kelembagaan untuk menunjang investasi besar-besaran dan saling melengkapi itu
sering kali lemah di Negara-negara berkembang.
2.2 Teori Pembangunan Seimbang (Balanced
Development)
Dalam teori keseimbangan (teori ekonomi konvensional),
eksternalitas ekonomi diartikan sebagai penghematan atau perbaikan efisiensi
yang terjadi pada suatu industry sebagai akibat dari perbaikan teknologi dan
kemajuan pada industry lain. Ekternalitas ekonomi seperti ini disebut
eksternalitas ekonomi dalam kaitan teknologis (technological external economics).
Di samping itu hubungan kesalingtergantungan antara
sebagai industry bisa pula menciptakan eksternalitas ekonomi yang berkaitan
dengan keuangan (pecuniary external
economies) yaitu ekonomis atau keuntungan keuangan yang diperoleh suatu
perusahaan yang disebabkan oleh tindakan perusahaan lain yang berdampak
positif. Dengan kata lain keuntungan suatu perusahaan bukan saja tergantung
pada efisiensi penggunaan factor-faktor produksi dan tingkat produksi pada
perusahaan itu semata, tetapi juga tergantung kepada penggunaan factor-faktor
produksi dan tingkat produksi pada perusahaan-perusahaan lainnya terutama
perusahaan-perusahaan yang erat kaitannya dengan perusahaan yang pertama tadi.
Mekanisme terciptanya eksternalitas ekonomi keuangan tersebut
dijelaskan oleh Scitovsky dengan contoh berikut. Jika investasi baru dilakukan
untuk suatu industry, maka kapasitasnya akan bertambah. Hal ini bisa menurunkan
biaya produksi industry tersebut dan akan menaikkan harga input yang digunakan.
Penurunan biaya produksi industry-industri tersebut akan menurunkan harga jual
produknya dan ini berarti akan menguntungkan industry-industri lain yang
menggunakan produk yang dihasilkan industry tersebut. Sedangkan kenaikan harga
inputnya akan menguntungkan industry yang menghasilkan input yang dihasilkannya
itu.
Sementara itu analisi Lewis menunjukkan perlunya
pembangunan seimbang yang ditekankan pada keuntungan yang akan diperoleh dari
adanya kesalingtergantungan yang efisien antara berbagai sector, yaitu antara
sector pertanian dan sector industry, serta antara sector dalam negeri dan
sector luar negeri. Tanpa adanya keseimbangan pembangunan antara berbagai
sector tersebut akan menimbulkan adanya ketidakstabilan dan gangguan terhadap
kelancaran perekonomian sehingga proses pembangunan akan terhambat.
Lewis menunjukkan pentingnya upaya pembangunan yang
menjamin adanya keseimbangan antara sector industry dan sector pertanian.
Misalkan di sector pertanian terjadi inovasi-inovasi dalam teknologi produksi
bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan domestic, maka akan timbul: (a) surplus
di sector pertanian yang dapat dijual ke sector nonpertanian atau (b) produksi
tidak bertambah berarti tenaga kerja yang digunakan bertambah sedikit dan
jumlah pengangguran bertambah tinggi.
Jika sector industry mengalami perkembangan yang pesat
maka sector tersebut akan dapat menyerap kelebihan produksi bahan pangan maupun
kelebihan tenaga kerja dari sector pertanian. Tetapi tanpa adanya perkembangan
di sector pertanian maka nilai tukar perdagangan (terms of trade) sector pertanian akan memburuk sebagai akibat dari
kelebihan produksi dan tenaga kerja, dan ini akan menimbulkan akibat yang
depresif terhadap pendapatan di sekitar pertanian oleh karena itu di sector
pertanian tidak terdapat lagi perangsang untuk mengadakan investasi baru dan
melakukan inovasi.
Dengan demikian jika sector pertanian tidak berkembang,
maka sector industry juga tidak akan berkembang, dan keuntungan sector industry
hanya merupakan bagian yang kecil saja dari pembentukan pendapatan nasional.
Oleh karenanya tabungan maupun investasi tingkatnya akan tetap saja rendah.
Berdasarkan pada permasalahan dan kelemahan yang mungkin akan timbul jika
pembangunan hanya ditekankan pada salah satu sector saja yaitu pertanian atau
industry, maka lewis menyimpulkan bahwa, pembangunan haruslah dilakukan secara
serentak dan berbarengan di kedua sector tersebut.
Lewis menunjukkan pula tentang pentingnya pembangunan
yang seimbangan antara sector produksi barang-barang untuk kebutuhan domestic
dan untuk kebutuhan luar negeri (ekspor). Peranan sector ekspor dalam
pembangunan dapat ditunjukkan dengan melihat implikasi dari adanya perkembangan
yang tidak seimbang antara sector luar negeri dan sector domestic. Untuk
menggambarkan keadaan tersebut, perekonomian dibedakan menjadi 3 sektor yaitu
sector pertanian (P), sector industry (I), dan sector ekspor (X).
Selanjutnya dikemukakan jika I berkembang, permintaan
akan barang-barang P akan meningkat jika kenaikan produksi I merupakan substitusi
impor maka devisa yang dihemat akan dapat digunakan untuk mengimpor
barang-barang P. tetapi kalau bukan barang subsitusi impor, sementara itu
sector P tidak berkembang, maka harga P akan naik atau impor akan naik,
sehingga terjadi deficit dalam neraca pembayaran.
Tetapi kalau sector X berkembang, defisit tersebut dapat
dihindarkan karena adanya kenaikan impor akan diimbangi oleh pertambahan dalam
ekspor. Dengan demikian perkembangan sector I tanpa diikuti oleh perkembangan sektor
P akan berlangsung hanya apabila sector X juga mengalami perkembangan.
Dengan cara yang sama dapat pula ditunjukkan bahwa
perkembangan sector P tanpa diikuti perkembangan sector I akan terus
berlangsung hanya jika sector X berkembang. Satu-satunya yang dapat berkembang
tanpa bantuan perkembangan sector lain adalah sector X. perluasan sector X memungkinkan suatu Negara untuk mengimpor
barang-barang yang dibutuhkannya, jika barang-barang tersebut tidak dapat
dihasilkan atau disediakan oleh sector dalam negeri.
Disamping hal diatas, perkembangan ekspor akan merangsang
perkembangan sector domestic, karena ia akan menciptakan permintaan akan
barang-barang yang dihasilkan oleh sector domestic tersebut. Perkembangan
ekspor ini akan mendorong perkembangan sector domestic juga karena: (a)
berbagai fasilitas yang digunakan untuk memperlancar kegiatan ekspor (seperti
system komunikasi, transportasi, dan sebagainya) dapat digunakan pula oleh
sector domestic, dan (b) dengan menarik tenaga kerja dari sector domestic, maka
sector ekspor akan mendorong sector domestic untuk menciptakan inovasi yang
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas.
Kelemahan Teori Pembangunan Seimbang
Beberapa kelemahan atau kekurangan teori Pembangunan
Seimbang di antaranya adalah sebagai berikut:
a.
Penerapan teori
ini melebihi kemampuan Negara berkembang utnuk melaksanakan karena keterbatasan
kemungkinan penyediaan sumber dana serta tenaga ahli dan terampil untuk dapat
merealisasikannya.
b.
Membangun secara
serempak berbagai macam industry akan dapat meningkatkan biaya dan biaya riil
dalam berproduksi, sehingga ini dapat mengakibatkan inefisiensi dan kurang
menguntungkan.
c.
Dengan
mendirikan industry dan perusahaan baru dalam rangka kegiatan skala besar akan
dapat menyebabkan berkurangnya permintaan dan kemunduran pada industry atau
perusahaan yang ada sebelumnya.
d.
Tidaklah selalu
perlu dilakukan skala besar investasi dalam prose pembangunan, karena banyak
pula produksi barang dan jasa dapat dihasilakn secara efisien oleh investasi
berskala kecil dalam jumlah banyak.
e.
Konsep
pembangunan seimbang terutama berkaitan dengan sector swasta yang kurang
membutuhkan perencanaan nasional secara menyeluruh bagi mereka, yang
mengharapkan lebih banyak agar kegiatan ekonomi diserahkan saja pada mekanisme
pasar. Sedangkan investasi serentak pada semua sector memerlukan perencanaan,
pengarahan dan koordinat secara menyeluruh oleh pemerintah.
2.3 Teori Pembangunan Tidak Seimbang (Unbalanced
Development)
Teori pembanguan tidak seimbang ini dikemukakan oleh
Hirschman dan Streeten. Menurut mereka, pembangunan tidak seimbang adalah pola
dengan system pembangunan yang lebih cocok untuk mempercepat proses pembangunan
di Negara-negara berkembang.
Pola pembangunan tidak seimbang, menurut Hirschman,
adalah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan: (a) secara historis pembangunan
ekonomi yang terjadi coraknya memang tidak seimbang, (b) untuk mempertinggi
terciptanya efisiensi penggunaan sumber-sumber daya yang tersedia, dan (c)
pembangunan tidak seimbang akan menimbulkan kemacetan-kemacetan atau
gangguan-gangguan dalam proses pembangunan namun akan dapat mejadi pendorong
(tantangan) bagi pembangunan tahap selanjutnya.
Pembangunan tidak seimbang ini juga dianggap lebih sesuai
untuk dilaksanakan di Negara berkembang karena Negara-negara tersebut
mengahadapi masalah kekurangan sumber dana dan daya. Dengan melaksanakan
program pembangunan tidak seimbang maka usaha pembangunan pada suatu periode
waktu tertentu dipusatkan pada beberapa sector yang akan mendorong penanaman
modal yang terpengaruh (induced investment) di berbagai sector pada period
waktu berikutnya. Oleh karena itu, sumber-sumber dana dan daya yang sangat
langka itu akan dapat digunakan secara lebih efektif dan efisien pada setiap
tahap pembangunan.
Strategi yang digunakan dalam system pembangunan tidak
seimbang adalah bagaimana caranya untuk menentukan proyek yang harus
didahulukan atau diprioritaskan pembangunannya, di mana proyek-proyek tersebut
memerlukan modal dan sumber daya lainnya melebihi modal serta sumber dana dan
daya yang tersedia agar penggunaan berbagai sumber dana dan daya yang tersedia
tersebut bisa lebih efisien dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal.
Cara pengalokasian sumber dana dan daya tersebut
dibedakan menjadi dua, yaitu cara pilihan pengganti (substitution choices) dan cara pilihan penundaan (postponement choices). Cara yang pertama
merupakan suatu cara pemilihan proyek yang bertujuan untuk menentukan apakah
proyek A atau diganti dengan proyek B yang harus diprogramkan dan harus
dilaksanakan. Sedangkan cara yang kedua merupakan suatu cara pemilihan yang
menentukan urutan proyek yang akan dilaksanakan yaitu menentukan apakah proyek
A ataukah proyek B yang harus didahulukan.
Menurut Hirschman, dalam sector produktif mekanisme dorongan
pembangunan (inducement mechanism)
yang tercipta sebagai akibat dari adanya hubungan antara berbagai industry
dalam menyediakan barang-barang yang digunakan sebagai bahan mentah dalam
industry lainnya dibedakan menjadi dua macam yaitu pengaruh keterkaitan ke
belakang (backward linkage effects)
dan pengaruh keterkaitan ke depan (forward
linkage effect). Pengaruh keterkaitan ke belakang maksudnya adalah tingkat
rangsangan yang diciptakan oleh pembangunan suatu industry terhadap
perkembangan industry-industri yang menyediakan input (bahan baku) bagi
industry tersebut. Sedangkan pengaruh keterkaitan ke depan adalah tingkat
rangsangan yang diciptakan oleh pembangunan suatu industry tertentu terhadap
perkembangan industry-industri yang menggunakan produk industry yang pertama
sebagai input (bahan baku) bagi mereka.
Berdasarkan kepada
besarnya tingkat keterkaitan antarindustri, berbagai industry dikelompokkan
oleh Hirschman ke dalam dua golongan yaitu industry satelit (satellite
industry) dan industry non-satelit (non-satellite industry).
Contoh industry satelit
adalah industry ban mobil dan industry karoseri yang merupakan industry satelit
dari industry mobil. Sedangkan industry nonsatelit adalah industry mobil dalam
kaitannya dengan industry minuman ringan.
Karateristik industry
satelit adalah:
a.
Lokasinya
berdekatan dengan industry induk (utama) sehingga akan mempertinggi efisiensi
kegiatannya.
b.
Industry-industri
tersebut menggunakan input utamanya berasal dari produk industry induk (utama)
atau industry tersebut menghasilkan barang yang merupakan input dari industry
induk tetapi bukan merupakan input utama.
c.
Besarnya skala
industry tersebut tidak melebihi industry induknya.
Kedua golongan industry
tersebut bisa dirangsang perkembangannya karena adanya keterkaitan ke belakang
atau ke depan yang disebabkan oleh pengembangan suatu industri utama. Sebagai
ilustrasi, apabila pembangunan industry mobil mendorong perkembangan industry
ban mobil, hal ini merupakan pengaruh keterkaitan ke belakang. Sedangkan jika industry
mobil mendorong perkembangan industry karoseri maka ini merupakan pengaruh
keterkaitan ke depan.
Pembangunan suatu
industry induk akan menciptakan dorongan bagi perkembangan industry satelit
maupun industry nonsatelit. Tetapi yang paling banyak memperoleh dorongan
adalah industry satelit. Pertumbuhan suatu industry utama pasti akan mendorong
perkembangan industry-industri satelitnya. Sedangkan industry non-satelit baru
akan terdorong perkembangannya jika beberapa industry yang menggunakan produknya
berkembang secara bersama-sama atau berbarengan sehingga menciptakan pasar yang
cukup besar untuk hasil industry nonsatelit tersebut.
Kelemahan Teori Pembangunan Tidak Seimbang
Beberapa kelemahan atau kekurangan teori Pembangunan Tidak
Seimbang di antaranya adalah sebagai berikut:
a.
Teori ini kurang
perhatiannya pada komposisi, arah dan saat berjalannya pembangunan tidak
seimbang, yang akan dapat mencapai ketidakseimbangan yang optimum dalam
perekonomian keseluruhannya.
b.
Mengabaikan
kemungkinan perlawanan atau reaksi dari berbagai kelembagaan masyarakat dan
pelaku bisnis yang medapat perlakuan yang dianggap mereka merugikan.
c.
Kekurangan
mobilitas berbagai factor dan sumber internal di Negara berkembang dalam
menunjang pembangunan, karena dalam pemindahannya sering kali ditemukan
hambatan-hambatan structural, prasarana dan social-budaya.
d.
Dampak
keterkaitan yang diperkirakan sering kali kurang di dasarkan pada fakta yang
terdapat di Negara berkembang, karena penyediaan prasarana ekonomi dan social
yang tersedia (terbatas) tidak mampu mendukung program/proyek pembangunan yang
dilakukan.
e.
Teori ini
terlalu banyak menekankan kepada keputusan investasi semata sedangkan di
Negara-negara berkembang, keputusan-keputusan administrative, manajemen dan
kebijakan sering kali banyak pula menentukan keberhasilan pembangunan.
BAB III : PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Pembahasan teori
pembangunan dalam kaitan dengan investasi dibatasi disini pada teori-teori
utama, yaitu:
1.
Teori dorongan
kuat (Big Push)
Teori ini menyatakan
bahwa cara kerja atau kegiatan investasi “sedikit demi sedikit” tidak akan
dapat mendorong ekonomi dengan berhasil pada lintasan pembangunan, tetapi suatu
jumlah minimum investasi yang besar-besaran merupakan syarat mutlak dalam hal
ini.
2.
Teori
Pembangunan Seimbang (Balanced Development)
Dalam teori
keseimbangan, eksternalitas ekonomi diartikan sebagai penghematan atau
perbaikan efisiensi yang terjadi pada suatu industry sebagai akibat dari
perbaikan teknologi dan kemajuan pada industry lain.
3.
Teori
Pembangunan Tidak Seimbang (Unbalanced Development)
Teori pembangunan tidak
seimbang ini dikemukan oleh Hirschman, menurut mereka, pembangunan tidak
seimbang adalah pola dengan system pembangunan yang lebih cocok untuk
mempercepat proses pembangunan di Negara-negara berkembang. Pembangunan tidak
seimbang ini juga dianggap lebih sesuai untuk dilaksanakan Negara berkembang
karena Negara-negara tersebut menghadapi masalah kekurangan sumber dana dan
daya.
3.2
DAFTAR PUSTAKA
Ø Arsyad, Lincoln, Ekonomi
Pembangunan. Yogyakarta: Penerbit STIE-YKPN, 1992.
Ø Jbingan, M.L., Ekonomi
Perencanaan dan Pembangunan (terjemahan). Jakarta: Rajawali, 1992.
Ø Kamaluddin, Rustian, Ekonomi Pembangunan (Diktat Kuliah). Padang: Kantor Pusat
Universitas Andalas, 1976.
Ø Sukirno, Sadono, Ekonomi
Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijaksanaan. Jakarta: Lembaga
Penerbit FEUI, 1985.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar